Jumat, 17 November 2017

Kemiskinan Kalsel



1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kalimantan Selatan, 2006 – 2015
Jumlah dan persentase penduduk miskin di Kalimantan Selatan pada periode 2006 – September 2015 cenderung menurun. Pada periode tahun 2006 - 2009, persentase penduduk miskin di Kalimantan Selatan turun dengan signifikan yaitu 3,20 poin. Kondisi tersebut dimungkinkan karena program pemerintah pusat dan daerah untuk mengentaskan kemiskinan sangat gencar. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mencanangkan program Pro Poor yaitu program pembangunan yang ditujukan bagi pengentasan penduduk miskin. Program pemerintah pusat seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Progam Keluarga Harapan (PKH) dikucurkan ke seluruh provinsi termasuk Kalimantan Selatan. Selain program dari pusat, pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan juga memiliki program andalan untuk pengentasan kemiskinan yang dikemas dalam bentuk Gerbangmastaskin yaitu Gerakan Pembangunan Masyarakat dan Pengentasan Kemiskinan.

Sedangkan pada periode 2010 – September 2015, persentase penduduk miskin di Kalimantan Selatan cenderung turun melambat namun pada tahun tahun tertentu mengalami sedikit kenaikan. Kenaikan persentase penduduk miskin tersebut karena adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, inflasi dan dampak dari perekonomian global yang lesu.

2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kalimantan Selatan, September 2015 – Maret 2016
Tingkat kemiskinan Provinsi Kalimantan Selatan keadaan Maret 2016 sebesar 4,85 persen. Angka ini mengalami sedikit kenaikan yaitu sebesar 0,13 poin dibandingkan keadaan September 2015 yang sebesar 4,72 persen. Tingkat kemiskinan di daerah perkotaan keadaan Maret 2016 sebesar 3,48 persen, mengalami penurunan sebesar 0,79 poin dibandingkan dengan September 2015 yang sebesar 4,27 persen. Sedangkan di perdesaan keadaan Maret 2016 sebesar 5,89 persen, mengalami kenaikan sebesar 0,83 poin, dibandingkan September 2015 sebesar 5,06 persen.

Secara absolut, jumlah penduduk miskin di Kalimantan Selatan keadaan Maret 2016 sebanyak 195,70 ribu orang. Sedangkan pada September 2015, jumlah penduduk miskin di Kalimantan Selatan sebanyak 189,16 ribu orang. Selama satu semester terjadi penambahan jumlah penduduk miskin di Kalimantan Selatan sebanyak 6,54 ribuorang. Penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 11,7 ribu orang sedangkan di daerah perdesaan, penduduk miskin bertambah sebanyak 18,2 ribu orang.

3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi kesenjangan diantara penduduk miskin.

Pada periode September 2015 – Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 0,976 pada September 2015 menjadi 0,711 pada Maret 2016. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan dari 0,304 pada September 2015 menjadi 0,164 pada Maret 2016. Penurunan kedua nilai indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin mendekat ke garis kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin mengecil terutama di daerah Perkotaan.

4. Garis Kemiskinan (GK)
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan apakah seseorang termasuk dalam kategori miskin atau tidak miskin. Garis Kemiskinan (GK) terdiri dari komponen Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan (Rp/Kapita/Bulan) di bawah Garis Kemiskinan.

Selama September 2015 – Maret 2016, garis kemiskinan naik sebesar 4,58 persen, yaitu dari Rp.360.949,- perkapita perbulan pada September 2015 menjadi Rp.377.480,- perkapita perbulan pada bulan Maret 2016. Terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2016 GKM memiliki kontribusi sebesar 71,76 persen terhadap GK.

Pada Maret 2016, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan (GK) di daerah perkotaan adalah beras (19,89 persen), rokok kretek/filter (9,80 persen), telur ayam ras (3,80 persen), kue basah (3,29 persen), dan mie instan (3,24 persen). Sedangkan di daerah perdesaan adalah beras (28,21 persen), rokok kretek/filter (11,20 persen), gula pasir (4,49 persen), kue basah (4,04 persen) dan mie instan (3,61 persen).

Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar terhadap Garis Kemiskinan (GK) di daerah perkotaan adalah biaya perumahan (12,33 persen), bensin (3,82 persen), listrik (3,05 persen), biaya pendidikan (2,05 persen), dan air (1,86 persen). Sedangkan untuk daerah perdesaan adalah biaya perumahan (9,00 persen), bensin (2,40 persen), listrik (1,31 persen), perlengkapan mandi (1,00 persen) dan biaya pendidikan (0,98 persen).

5. Tingkat Kemiskinan Indonesia dan Provinsi di Pulau Kalimantan
Pada Maret 2016, tingkat kemiskinan Indonesia mengalami penurunan 0,26 poin jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan keadaan September 2015. Penduduk miskin Indonesia keadaan Maret 2016 mencapai 10,86 persen, periode September 2015 penduduk miskin Indonesia sebanyak 11,13 persen. Pada regional Kalimantan, jumlah penduduk miskin cenderung mengalami penurunan. Provinsi yang mengalami penurunan adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Utara.

Beberapa Faktor Penyebab Kenaikan Tingkat Kemiskinan
a. Inflasi di daerah perkotaan lebih rendah dari daerah perdesaan. Inflasi perkotaan sebesar 0,14 sedangkan di perdesaan 0,42. Pada Maret 2016 terjadi inflasi di daerah pedesaan Kalimantan Selatan sebesar 0,42 persen. Hal ini diakibatkan oleh naiknya indeks harga pada subkelompok bahan makanan sebesar 0,71 persen, subkelompok makanan jadi naik sebesar 0,11 persen, subkelompok perumahan naik sebesar 0,69persen, subkelompok sandang naik sebesar 0,23 persen, subkelompok kesehatan naik sebesar 0,27 persen, subkelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga naik sebesar 0,06 persen, dan subkelompok transportasi dan komunikasi naik sebesar 0,09 persen. Hal ini mengakibatkan daya beli masyarakat terutama di daerah perdesaan semakin menurun.
b. Perlambatan kinerja ekonomi Kalimantan Selatan. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2015 sebesar 4,14 sedangkan pada triwulan I 2016 sebesar 3,97. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut terutama dari sektor pertambangan batubara, dan komoditi unggulan seperti sawit dan karet. Petani karet telah kehilangan pendapatan potensialnya karena harga jual karet mengalami penurunan. Akibatnya masyarakat yang menggantungkan pendapatan dari sektor tersebut juga turun, sehingga daya beli juga turun. Jika daya beli mengalami penurunan, maka frekuensi/volume komoditas yang dikonsumsi juga mengalami penurunan.

Kemiskinan dan Permasalahannya


Dua masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pandapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) (Tambunan, 2001). Semua negara jelas mempunyai permasalahan dalam bidang perekonomian, namun berbagai masalah kemiskinan biasanya mendera bangsa-bangsa yang sedang berkembang tak terkecuali Indonesia.

Indonesia adalah satu dari banyak negara berkembang yang mengalami banyak masalah ekonomi seperti kelaparan, gizi buruk, pengangguran dan inflasi yang pada akhirnya berdampak pada masalah sosial dan politik. Masalah ekonomi tersebut dapat menimbulkan masalah-masalah lain, seperti meningkatnya kejahatan dan kesenjangan sosial antar individu. Selain itu dapat menyebabkan tiap individu bersifat individualis satu sama lain. Sehingga berakibat pada renggangnya persatuan dan kesatuan antar individu masyarakat. Bahkan banyak kasus-kasus lain seperti bunuh diri atau bahkan membunuh seluruh anggota keluarganya karena depresi memikirkan masalah ekonomi yang sedang dihadapinya. Berbagai masalah ekonomi seperti itu salah satunya disebabkan oleh ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di masyarakat. Di negara-negara kaya atau miskin timbul rasa kecewa terhadap usaha-usaha untuk mengejar pertumbuhan ekonomi sebagai sasaran utama pembangunan.

Fenomena disparitas pendapatan atau yang biasa disebut ketimpangan pendapatan merupakan suatu fenomena yang mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan. Bahkan bagi calon pemimpin suatu negara maupun suatu daerah, saat masa-masa kampanye nya mereka selalu menggembar-gemborkan mengenai ketimpangan pendapatan, kebanyakan dari mereka (calon pemimpin) tersebut memasukkan ketimpangan pendapatan sebagai suatu isu strategis yang harus mereka selesaikan.

Disini saya memilih jawa timur dikarenakan provinsi ini merupakan provinsi yang pertumbuhan ekonomi nya sangat bagus, ditahun 2013 pertumbuhan ekonomi di provinsi jawa timur yaitu sebesar 6,55% namun disisi lain ternyata presentase penduduk miskin di provinsi jawa timur ini sebesar 12,55% masih diatas presentasi penduduk miskin nasional yang mencapai angka 11,37%. Dari tahun 2008 memang presentase angka penduduk miskin di provinsi jawa timur memiliki trend yang bagus karena cenderung menurun dari tahun-ketahun bahkan di tahun 2008 presentase angka kemiskinan di provinsi jawa timur sangat tinggi yaitu 18,51%.

Akses pendidikan di provinsi jawa timur sangat maju apabila di bandingkan dengan provinsi-provinsi lain yang ada di luar jawa, karena pemerintah memang cenderung fokus dalam pembangunan di pulau jawa, namun ternyata pada tahun 2010 bulan februari jumlah pengangguran terbuka di jawa timur paling banyak adalah dari lulusan diploma yaitu sebesar 15,71%, sedangkan lulusan sekolah dasar yang menjadi pengangguran terbuka hanya 3,71%. Selain itu Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jawa Timur Hary Soegiri mengemukakan, dari 19.611.540 jumlah pekerja di Jawa Timur, sebanyak 71 persen pekerja berada di sektor informal dengan skill yang rendah. “Dari 71 persen tersebut, 55 persennya hanyalah lulusan Sekolah Dadar,” katanya, Jum’at (29/10).

Seseoramg akan dikategorikan “miskin” apabila telah masuk dalam indikator kemiskinan yang telah ditetapkan, namun indikator kemiskinan tersebut tidaklah sama, ada indikator kemiskinan menurut Bappenas yaitu meliputi: (1) kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak. (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produksi. (3) kurangnya kemampuan membaca dan menulis. (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup. (5) kerentanan dan keterpurukkan dalam bidang sosial dan ekonomi. (6) ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah. (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas.

Sedangkan menurut Bank Dunia, indikator kemiskinan meliputi: (1) kepemilikan tanah dan modal yang terbatas. (2) terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang biaskota. (3) perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat. (4) perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi. (5) rendahnya produktivitas. (6) budaya hidup yang jelek. (7) tata pemerintahan yang buruk. (8) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan.

Ketimpangan pendapatan memang merupakan faktor penyebab kemiskinan, hal ini dikarenakan perbedaan pendapatan yang cukup jauh antara si kaya dengan si miskin, dan si miskin cenderung mengalami kesulitan untuk menaikkan pendapatan nya dikarenakan beberapa hal seperti skill mereka yang kurang mumpuni, sehingga sangat sulit bagi mereka untuk menaikkan pendapatanya. Ketimpangan pendapatan ini dapat dilhat dari umk tiap-tiap kabupaten yang ada di provinsi jawa timur. Namun bukan hanya ketimpangan pendapatan yang menjadi penyebab kemiskianan.

Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat juga merupakan faktor penyebab kemiskinan, hal ini dikarenakan apabila tingkat pendidikan masyaraktnya masih rendah maka mereka akan cenderung bekerja tempat yang kurang mapan, selain itu dengan pendidikan masyarakat bisa mengerti dan memahami bagaimana cara untuk mengahasilkan sesuatu, yang berguna bagi kehidupan manusia.

Pengangguran juga merupakan faktor penyebab kemiskinan, hal ini dikarenakan apabila semakin banyak pengangguran maka akan semakin banyak pula kemiskinan, karena orang yang menganggur tidak bisa mendapat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup nya, sehingga akan muncul tindak kriminalitas sebagai upaya dari mereka untuk memenuhi kebutuhannya.

Masih banyak nya masyarakat yang bekerja di sektor pertanian juga merupakan faktor yang menyebabkan kemiskinan, hal ini dikarenakan sektor pertanian di Indonesia masih kurang mumpuni, mereka para petani cenderung masih bergantung pada musim entah itu musim kemarau maupun musim hujan.

Gambaran Lain Kemiskinan



Kemiskinan adalah masalah ekonomi yang pasti dialami oleh semua negaratermasuk Indonesia sebagai negara dengan kategori negara berkembang. Upayasebuah negara berubah menjadi semakin maju tidak berarti tidak meninggalkan masalah. Kemiskinan adalah sebuah masalah sensitif karena melibatkan banyaksekali unsur di dalamnya, bahkan tidak hanya masalah keuangan atau ekonomi,tetapi juga merembet ke permasalahan perbedaan status sosial dan SARA sehinggakemiskinan adalah sebuah permasalahan yang bersifat multi dimensional.Maksudnya adalah kemiskinan memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin secara aset,  organisasi sosial politik, pengetahuan dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan relasi, sumber-sumber keuangan dan informasi.

Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut dapat ditemui dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu, dimensi-dimensi kemiskinan saling berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung. Fenomena kemiskinan sendiri berkaitan erat dengan konsep dan permasalahan ketidakadilan dan disintegrasi kelompok, menunjuk pada sebuah jalinan konsep yang memberi sebuah pengertian yang saling berkait satu sama lain. Masing-masing konsep bisa dilihat secara tunggal dengan pengertian tersendiri atau analisis saling keterkaitan atau keterhubungan satu dengan lainnya dalam konteks kausalitas.Kemiskinan bisa terjadi karena adanya ketidakadilan di masyarakat yang dapat mengganggu rasa kebersamaan, atau karena perlakuan yang tidak adil dalam perlakuan/pemerataan, ada masyarakat yang merasa miskin dalam berbagai hal yang berakibat pada pertentangan dan perpecahan.

Secara umum Indonesia adalah negara yang sedang berproses menuju negaraindustri yang maju. Hal ini ditandai dengan sedikitnya efek yang diterima ketikaterjadi krisis ekonomi global tahun 2008 kemarin, tepat di belakang negara-negaraindustri besar dunia seperti Cina dan India. Namun bagaimanapun Indonesia tetaplahnegara berkembang yang memiliki permasalahan ekonomi termasuk kemiskinan.Indonesia memiliki ciri-ciri sebagaimana karakter yang ada di negara-negara duniaketiga lainnya. J. W. Schrool (1981:232)menjelaskan bahwa ada 15 ciri-ciri negara berkembang, yaitu:


  1. Tidak cukup makan, dengan batasa kurang dari 2. 500 kalori
  2. Struktur agraria lemah karena pembagian tanah milik yang tidak baik,sehingga seorang petani hanya memiliki tanah yang tidak begitu luas.
  3. Industri kurang berkembang, karena kecilnya persentase penduduk yang bekerja di sektor industri.
  4. Tidak banyak menggunakan tenaga mesin dan masih menggunakan tenagamanusia atau hewan.
  5. Ketergantungan ekonomi tinggi, khususnya pada bantuan luar negeri
  6. Perkambangan sektor perdagangan dan pelayanan terlalu maju, tidakseimbang dengan sektor pertanian dan industri.
  7. Struktur sosial terbelakang dan belum sesuai dengan masyarakat modern
  8. Kelas menengah tidak begitu maju sehingga tidak ada yang memanikan peranan penting dalam perkambangan perekonomian.
  9. Pengangguran terbuka dan pengangguran terselubung jumlahnya besar.
  10. Tingkat pengajaran rendah sehingga angka buta huruf masih tinggi.
  11. Mutu pengajaran juga rendah karena tidak ada perencanaan yang baik.
  12. Angka kelahiran tinggi.
  13. Keadaan kesehatan jelek, ditandai dengan angka kematian yang cukup tinggisehingga berpengaruh juga terhadap produksi.
  14. Orientasi kepada tradisi dan kepada kelompok.
  15. Sikap kerja tidak mengandung cita-cita untuk bekerja secara mantap dan terus menerus

Sejak pemerintahan zaman orde lama hingga pasca reformasi, ada beberapa moment krusial tentang kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Seperti di zaman OrdeBaru pimpinan Soeharto. Pasca turunnya Soekarno dan diangkatnya Soeharto sebagai Presiden, beliau mencangkan program-program pembentuk ekonomi rakyat dengan cita-cita membentuk Indonesia sebagai negara dengan spesialisasi tertentu dan terwujud ide untuk melakukan swasembada pangan (beras). Dengan kondisi Indonesia sebagai negara agraris, Soeharto membentuk Indonesia sebagai negara swasembada beras dunia, yang diikuti oleh pujian oleh khalayak dunia. Tidak hanya itu, Soeharto juga membuat beberapa kebijakan kesejahteraan sosial seperti Pelita(Pembangunan Lima Tahun) serta Kredit Usaha Tani.

Secara gasir besar, sumber-sumber program-program pembangunan yang Soeharto buat adalah dari pinjaman-pinjaman luar negeri seperti IMF dan Consultative Group on Indonesia, sebuah organisasi negara kreditor untuk Indonesiayang di sponsori oleh Perancis. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari lembagainternasional lainnya yang berada dibawah PBB seperti UNICEF, UNESCO danWHO. Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang bertumpu dalam sistem trickle down effect (menetes ke bawah) yang mementingkan pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta buruknya manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN) pemerintah, membuat Indonesiaakhirnya bergantung pada donor Internasional terutama paska Krisis 1997.

Krisis ekonomi 1997/1998 telah mengubur prestasi ekonomi Orde Baru.Kemiskinan melonjak tajam hingga mencapai 24,2% di tahun 1998. Hal ini sangatdisayangkan padahal sebelumnya perekonomian kita mendapat pujian sebagai salahsatu kejaiban ekonomi Asia(Sjahrir, 1997 ; Stamboel, 2012)

Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, semakin meluas menjadi krisis politik yang justru menyebabkan semakin parahnya kondisi perekonomian Indonesia. Demonstrasi mahasiswa merebak ke seluruh penjuru nusantara. Rupiah yang sempat menguat Rp.7. 000 per satu dollar AS, melemah kembali ke tingkat Rp. 9. 000. Lebih-lebih setelah pemerintah memustuskan menaikan harga BBM.Lepas dari krisis 1998, Indonesia mulai menata kembali perekonomian.Pemerintah menyadari bahwa harus adanyas ebuah jaminan sosial agar nantinyakemungkinan terjadinya krisis ekonomi seperti kejadian 1998 tidak terulang. Sejaksaat itu lahir Jaminan Pengaman Sosial (JPS) yang melindungi masyarakat miskindan rentan miskin dari guncangan ekonomi. Sejak tahun 2000, konsep JPS mulaidikaji, dikembangkan dan sedikit demi sedikit dijalankan. Di periode KabinetIndonesia Bersatu I dan II, konsep JPS iniberkembang baik. TNP2K yang bekerjalangsung dibawah Wakil Presiden langsung menanganinya. Program penanganankemiskinan ini berevolusi menjadi program empat kluster(bantuansosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan UMKM dan program murah) yangmerupakan program andalan pemerintah.

KEMISKINAN

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah/negara indonesia adalah kemiskinan, dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan tersebut, padahal setiap mereka yang memimpin Negara Indonesia selalu membawa kemiskinan sebagai misi utama mereka disamping misi-misi yang lain.

Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1), mengatakan bahwa upaya menurunkan tingkat kemiskinan telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.

Kondisi kemiskinan Indonesia semakin parah akibat krisis ekonomi pada tahun 1998. Namun ketika pertumbuhan ekonomi yang sempat menurun akibat krisis dapat teratasi dan dapat dipulihkan, kemiskinan tetap saja sulit untuk ditanggulangi. Pada tahun 1999,  27% dari total penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebanyak 33,9% penduduk desa dan 16,4% penduduk kota adalah orang miskin. Krisnamurthi dalam Nyayu Neti Arianti, dkk, (2004:3).

Salah satu prasyarat keberhasilan pengentasan kemiskinan adalah dengan cara mengidentifikasi kelompok sasaran dan wilayah sasaran dengan tepat. Program pengentasan dan pemulihan nasib orang miskin tergantung dari langkah awal yaitu ketetapan mengidentifikasi siapa yang dikatakan miskin dan di mana dia berada. Aspek di mana “si miskin” dapat ditelusuri melalui si miskin itu sendiri serta melalui pendekatan-pendekatan profil wilayah atau karakter geografis.

Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional, Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk, dalam Adit Agus Prastyo, 2010:18).

Dalam upaya penanggulangan kemiskinan ada dua strategi utama yang harus ditempuh oleh pemerintah. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat miskin melalui pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Kedua, memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha dan mencegah terjadinya kemiskinan baru.

Faktor mendasar yang menyebabkan kemiskinan diantaranya: SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin, sehingga dimensi tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil-hasil pembangunan. Soegijoko, (1997:137). Dengan kata lain yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin menderita.