Jumat, 17 November 2017

Kemiskinan Kalsel



1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kalimantan Selatan, 2006 – 2015
Jumlah dan persentase penduduk miskin di Kalimantan Selatan pada periode 2006 – September 2015 cenderung menurun. Pada periode tahun 2006 - 2009, persentase penduduk miskin di Kalimantan Selatan turun dengan signifikan yaitu 3,20 poin. Kondisi tersebut dimungkinkan karena program pemerintah pusat dan daerah untuk mengentaskan kemiskinan sangat gencar. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mencanangkan program Pro Poor yaitu program pembangunan yang ditujukan bagi pengentasan penduduk miskin. Program pemerintah pusat seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Progam Keluarga Harapan (PKH) dikucurkan ke seluruh provinsi termasuk Kalimantan Selatan. Selain program dari pusat, pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan juga memiliki program andalan untuk pengentasan kemiskinan yang dikemas dalam bentuk Gerbangmastaskin yaitu Gerakan Pembangunan Masyarakat dan Pengentasan Kemiskinan.

Sedangkan pada periode 2010 – September 2015, persentase penduduk miskin di Kalimantan Selatan cenderung turun melambat namun pada tahun tahun tertentu mengalami sedikit kenaikan. Kenaikan persentase penduduk miskin tersebut karena adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, inflasi dan dampak dari perekonomian global yang lesu.

2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kalimantan Selatan, September 2015 – Maret 2016
Tingkat kemiskinan Provinsi Kalimantan Selatan keadaan Maret 2016 sebesar 4,85 persen. Angka ini mengalami sedikit kenaikan yaitu sebesar 0,13 poin dibandingkan keadaan September 2015 yang sebesar 4,72 persen. Tingkat kemiskinan di daerah perkotaan keadaan Maret 2016 sebesar 3,48 persen, mengalami penurunan sebesar 0,79 poin dibandingkan dengan September 2015 yang sebesar 4,27 persen. Sedangkan di perdesaan keadaan Maret 2016 sebesar 5,89 persen, mengalami kenaikan sebesar 0,83 poin, dibandingkan September 2015 sebesar 5,06 persen.

Secara absolut, jumlah penduduk miskin di Kalimantan Selatan keadaan Maret 2016 sebanyak 195,70 ribu orang. Sedangkan pada September 2015, jumlah penduduk miskin di Kalimantan Selatan sebanyak 189,16 ribu orang. Selama satu semester terjadi penambahan jumlah penduduk miskin di Kalimantan Selatan sebanyak 6,54 ribuorang. Penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 11,7 ribu orang sedangkan di daerah perdesaan, penduduk miskin bertambah sebanyak 18,2 ribu orang.

3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi kesenjangan diantara penduduk miskin.

Pada periode September 2015 – Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 0,976 pada September 2015 menjadi 0,711 pada Maret 2016. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan dari 0,304 pada September 2015 menjadi 0,164 pada Maret 2016. Penurunan kedua nilai indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin mendekat ke garis kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin mengecil terutama di daerah Perkotaan.

4. Garis Kemiskinan (GK)
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan apakah seseorang termasuk dalam kategori miskin atau tidak miskin. Garis Kemiskinan (GK) terdiri dari komponen Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan (Rp/Kapita/Bulan) di bawah Garis Kemiskinan.

Selama September 2015 – Maret 2016, garis kemiskinan naik sebesar 4,58 persen, yaitu dari Rp.360.949,- perkapita perbulan pada September 2015 menjadi Rp.377.480,- perkapita perbulan pada bulan Maret 2016. Terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2016 GKM memiliki kontribusi sebesar 71,76 persen terhadap GK.

Pada Maret 2016, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan (GK) di daerah perkotaan adalah beras (19,89 persen), rokok kretek/filter (9,80 persen), telur ayam ras (3,80 persen), kue basah (3,29 persen), dan mie instan (3,24 persen). Sedangkan di daerah perdesaan adalah beras (28,21 persen), rokok kretek/filter (11,20 persen), gula pasir (4,49 persen), kue basah (4,04 persen) dan mie instan (3,61 persen).

Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar terhadap Garis Kemiskinan (GK) di daerah perkotaan adalah biaya perumahan (12,33 persen), bensin (3,82 persen), listrik (3,05 persen), biaya pendidikan (2,05 persen), dan air (1,86 persen). Sedangkan untuk daerah perdesaan adalah biaya perumahan (9,00 persen), bensin (2,40 persen), listrik (1,31 persen), perlengkapan mandi (1,00 persen) dan biaya pendidikan (0,98 persen).

5. Tingkat Kemiskinan Indonesia dan Provinsi di Pulau Kalimantan
Pada Maret 2016, tingkat kemiskinan Indonesia mengalami penurunan 0,26 poin jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan keadaan September 2015. Penduduk miskin Indonesia keadaan Maret 2016 mencapai 10,86 persen, periode September 2015 penduduk miskin Indonesia sebanyak 11,13 persen. Pada regional Kalimantan, jumlah penduduk miskin cenderung mengalami penurunan. Provinsi yang mengalami penurunan adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Utara.

Beberapa Faktor Penyebab Kenaikan Tingkat Kemiskinan
a. Inflasi di daerah perkotaan lebih rendah dari daerah perdesaan. Inflasi perkotaan sebesar 0,14 sedangkan di perdesaan 0,42. Pada Maret 2016 terjadi inflasi di daerah pedesaan Kalimantan Selatan sebesar 0,42 persen. Hal ini diakibatkan oleh naiknya indeks harga pada subkelompok bahan makanan sebesar 0,71 persen, subkelompok makanan jadi naik sebesar 0,11 persen, subkelompok perumahan naik sebesar 0,69persen, subkelompok sandang naik sebesar 0,23 persen, subkelompok kesehatan naik sebesar 0,27 persen, subkelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga naik sebesar 0,06 persen, dan subkelompok transportasi dan komunikasi naik sebesar 0,09 persen. Hal ini mengakibatkan daya beli masyarakat terutama di daerah perdesaan semakin menurun.
b. Perlambatan kinerja ekonomi Kalimantan Selatan. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2015 sebesar 4,14 sedangkan pada triwulan I 2016 sebesar 3,97. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut terutama dari sektor pertambangan batubara, dan komoditi unggulan seperti sawit dan karet. Petani karet telah kehilangan pendapatan potensialnya karena harga jual karet mengalami penurunan. Akibatnya masyarakat yang menggantungkan pendapatan dari sektor tersebut juga turun, sehingga daya beli juga turun. Jika daya beli mengalami penurunan, maka frekuensi/volume komoditas yang dikonsumsi juga mengalami penurunan.

0 komentar:

Posting Komentar